
Mosi Tidak Percaya DPR 2025: Titik Balik Politik di Tengah Protes Nasional
◆ Latar Belakang Mosi Tidak Percaya
Tahun 2025 menjadi salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah demokrasi Indonesia. Di tengah protes nasional yang melibatkan jutaan rakyat di berbagai kota, muncul tuntutan besar: mosi tidak percaya DPR. Tuntutan ini lahir dari kekecewaan rakyat terhadap kinerja parlemen yang dianggap gagal memperjuangkan kepentingan publik.
Isu yang paling memicu adalah kenaikan gaji dan tunjangan pejabat di tengah krisis ekonomi. Kebijakan ini dianggap tidak peka, bahkan melukai rasa keadilan masyarakat. Ditambah lagi, transparansi legislasi yang lemah, dugaan korupsi, serta jarak antara wakil rakyat dengan rakyat semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan.
Mosi tidak percaya yang sebelumnya hanya terdengar di ruang diskusi akademisi dan aktivis, kini menjadi tuntutan massal. Spanduk, mural, hingga tagar #MosiTidakPercaya menghiasi ruang publik dan media sosial. Rakyat tidak hanya menolak kebijakan, tetapi juga mempertanyakan legitimasi lembaga parlemen itu sendiri.
◆ Akar Ketidakpercayaan terhadap DPR
Ketidakpercayaan publik terhadap DPR sebenarnya bukan hal baru. Selama bertahun-tahun, lembaga ini sering mendapat sorotan negatif karena sejumlah masalah:
-
Skandal Korupsi
Beberapa anggota DPR tersangkut kasus korupsi besar, membuat citra lembaga ini tercoreng. -
Produktivitas Rendah
Banyak undang-undang yang dianggap tidak berpihak pada rakyat atau bahkan kontroversial. -
Kebijakan Elitis
Keputusan soal gaji dan tunjangan pejabat diambil tanpa konsultasi publik yang memadai. -
Jarak dengan Rakyat
DPR lebih sering terlihat dekat dengan elite politik daripada konstituennya.
Ketika protes nasional 2025 meledak, semua masalah ini kembali ke permukaan dan meledak menjadi satu tuntutan besar: rakyat sudah tidak percaya lagi pada DPR.
◆ Proses Lahirnya Mosi Tidak Percaya
Mosi tidak percaya biasanya merupakan mekanisme formal dalam sistem parlementer. Namun, di Indonesia yang menganut sistem presidensial, mosi ini lebih bermakna simbolis daripada hukum. Meski begitu, mosi ini tetap punya bobot politik besar.
Dalam konteks 2025, mosi tidak percaya lahir dari gabungan berbagai kelompok masyarakat: mahasiswa, buruh, organisasi sipil, hingga komunitas digital. Mereka membuat deklarasi terbuka di media sosial, menyatakan penolakan terhadap legitimasi DPR.
Di beberapa kota, forum rakyat bahkan membuat sidang rakyat simbolis. Mereka membacakan “akta mosi tidak percaya” terhadap DPR, lengkap dengan tanda tangan ribuan orang. Aksi ini viral, menambah tekanan pada parlemen dan pemerintah.
◆ Respon DPR dan Pemerintah
DPR awalnya mencoba meredam dengan pernyataan normatif. Beberapa pimpinan DPR mengatakan siap berdialog, namun tidak ada langkah konkret yang meyakinkan publik.
Pemerintah pun berada dalam posisi sulit. Jika mendukung DPR, mereka akan semakin dituding tidak berpihak pada rakyat. Jika ikut mengkritik DPR, hubungan eksekutif-legislatif bisa retak.
Beberapa anggota DPR memilih bungkam, sementara sebagian lagi justru menyalahkan rakyat karena dianggap terprovokasi. Respon yang defensif ini membuat mosi tidak percaya semakin meluas.
◆ Sorotan Media Nasional dan Internasional
Mosi tidak percaya DPR 2025 menjadi headline di berbagai media nasional. Televisi, portal berita, hingga media alternatif menyoroti bagaimana rakyat Indonesia menunjukkan ketidakpuasan mereka secara besar-besaran.
Media internasional pun ikut meliput. Reuters menyebut situasi ini sebagai “crisis of legitimacy”, sementara Al Jazeera menulis bahwa Indonesia menghadapi ujian besar sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Sorotan global membuat isu ini tidak bisa lagi diabaikan. Pemerintah dan DPR dipaksa merespons dengan lebih serius karena reputasi internasional Indonesia ikut dipertaruhkan.
◆ Dampak Sosial dan Politik
Mosi tidak percaya DPR 2025 membawa dampak besar:
-
Polarisasi Politik
Pro dan kontra semakin tajam. Sebagian kelompok masyarakat mendukung DPR, sementara mayoritas menolak. -
Krisis Kepercayaan
Bukan hanya DPR, tetapi juga institusi politik lain terkena imbas. Kepercayaan rakyat pada sistem demokrasi melemah. -
Mobilisasi Massa Berkelanjutan
Aksi protes terus berlangsung, bahkan semakin kreatif dengan teater jalanan, mural, hingga festival satir politik. -
Tekanan Reformasi
Tuntutan rakyat semakin jelas: DPR harus direformasi total, baik dari segi regulasi, transparansi, maupun etika politik.
◆ Perspektif Akademisi dan Aktivis
Banyak akademisi melihat mosi tidak percaya ini sebagai fenomena penting. Menurut mereka, rakyat Indonesia menunjukkan kedewasaan politik dengan mengekspresikan ketidakpuasan secara terbuka.
Aktivis HAM menekankan bahwa mosi ini bukan sekadar soal DPR, tetapi juga soal masa depan demokrasi Indonesia. Jika tuntutan ini diabaikan, maka protes bisa berkembang menjadi krisis politik lebih besar, bahkan mengancam stabilitas negara.
◆ Solusi dan Jalan Keluar
Untuk meredakan krisis, ada beberapa solusi yang bisa ditempuh:
-
Reformasi Internal DPR
Transparansi, akuntabilitas, dan integritas harus menjadi prioritas utama. -
Dialog dengan Rakyat
DPR perlu membuka ruang partisipasi publik dalam setiap kebijakan penting. -
Pengawasan Independen
Lembaga pengawas eksternal bisa memastikan DPR bekerja sesuai mandat rakyat. -
Kebijakan Pro-Rakyat
Keputusan yang diambil harus benar-benar berpihak pada kebutuhan masyarakat luas.
Tanpa langkah konkret, mosi tidak percaya hanya akan semakin meluas dan memperburuk krisis.
◆ Refleksi Sejarah: Dari 1998 ke 2025
Fenomena mosi tidak percaya mengingatkan publik pada era 1998, ketika rakyat menolak legitimasi pemerintah Orde Baru. Bedanya, pada 2025, sasaran utama adalah DPR sebagai lembaga legislatif.
Sejarah membuktikan bahwa ketika rakyat sudah kehilangan kepercayaan, perubahan besar tidak bisa dihindari. Pertanyaannya, apakah DPR akan belajar dari sejarah atau mengulangi kesalahan yang sama?
◆ Kesimpulan
Mosi tidak percaya DPR 2025 adalah simbol krisis politik dan sosial di Indonesia. Tuntutan ini lahir dari akumulasi kekecewaan rakyat terhadap parlemen yang dianggap tidak lagi mewakili kepentingan mereka.
◆ Penutup
Mosi tidak percaya bukan sekadar slogan, tetapi sinyal keras bahwa demokrasi Indonesia sedang berada di titik kritis. Jika aspirasi rakyat tidak direspons dengan reformasi nyata, maka yang runtuh bukan hanya legitimasi DPR, melainkan juga kepercayaan pada sistem demokrasi itu sendiri.
Referensi: